Meluncur reka cerita maya
dari mulut pesonamu
ketika kaum buruh, pekerja, dan dhuafa
mandi keringat dan terinjak-injak
antre beras dan minyak curah 1 2 atau 3 kg saja.
Tersungging senyuman di sumringahnya wajah kekuasaan
Semburat mata menatap berkilat
pada saat ratusan bayi sekarat
karena ibunya melarat
dan rumah sakit menolaknya merawat.
Kisah Umar bin Khattab hanyalah pelipur lara di kala senja.
Yogyakarta, 16 Oktober 2008
Kau tunjukkan kuasaMu
Ayat-ayat usia kaupahatkan
Di kepalaku yang kadang kujadikan mahkota kesombongan
rambut legam memutih tak ketahuan
Di wajahku yang sering dilumuri ketidakjujuran
garis-garis kaulukiskan.
Di ketegapan badan
kerentaan tak terelakkan
Ayat-ayatMu menjelma di balik bayangan
mengumandangkan pesan kefanaan.
Yogyakarta, 16 Oktober 2008
Demi Kekuasaan
Demi kekuasaan,
macan menyembunyikan taringnya
ketika mereka akan menerkam mangsanya:
kijang-kijang dibesarkannya dengan eraman merdu
ayam-ayam dibiarkan hidup dalam tekanannya
kambing-kambing, dan sapi-sapi gemuk sendiri dalam cengkramannya.
Auman garangnya kini diperdengarkan merdu
Taring runcing dirupakan gading
Cakar kekar disimpan kalau terpaksa digelar dijadikan penawar
Bau busuk tubuh rakus
disolek biar tampak menawan dengan kewibawaan yang memabukkan.
Topeng-topeng menawan kini menghiasinya
Semuanya menyembunyikan kebenanaran
Semuanya mengaburkan kejujuran
Semuanya mengobral kepalsuan
Semuanya mengumbar fatamorgana yang menyilaukan
Topeng-topeng menjual pesona memabuk kepayang
Demi kekuasaan.
Yogyakarta, 15 Oktober 2008
Angin Pedalaman
Kausemburkan angin pedalaman
di relung-relung malam
di antara tiang-tiang matahari benderang
pada saat-saat kita meniti tangga impian
bahkan ketika kita berdebat panjang
tentang carut-marutnya negeri dambaan
”Biar nyamuk-nyamuk busuk itu mati kelabakan” katamu.
Yogyakarta, 18 Oktober 2008
Rona Peradaban
Dari pucuk-pucuk modernisasi
tumbuh bunga-bunga kehidupan
memabukkan
Dari lembah-lembah hitam peradaban
menyeruak berbiak-biak kumbang
penghisap tepung sari insani
Dari sisi-sisi zaman
terlupakan
matahari tetap bersinar
hujan selalu meyegarkan
angin senantiasa menyejukkan
bumi setia menanti tanpa rintih sedih
pasti.
Yogyakarta, 19 Oktober 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar